Minihaha

Baru saja melihat postingan Guru tentang video bagaimana animal lover memperlakukan sapi perah yang dipeliharanya saat sudah mati. Dia menghormati sapi itu selayaknya manusia, didoakan dengan ritual tertentu. Sang pemilik tampaknya sangat berterima kasih karena sapi sepanjang hidupnya telah membantu dirinya karena sudah memberikan susu. Biasanya jika hewan peliharan mati hanya dikuburkan selayaknya hewan, bisa jadi didoakan tetapi doa sebagai hewan peliharaan.

Jadi teringat masa kecil, kami biasa bermain di rumah tetangga depan rumah. Ada beberapa anak-anak usia 9-3 tahun yang rutin bermain disana kebetulan Bapak sang empunya rumah sedang bertugas di irian jaya (papua) mungkin bertugas dalam rangka menghadapi separatis di daerah perbatasan irian-papua nugini.

Pagi itu kami datang ke rumah itu untuk bermain, biasanya main masak-masakan atau tak umpet. Saat kami mendorong pintu gerbang dari besi, kret…kret..kret..Tumben gak ada sapaan dari Minihaha. Biasanya minihaha menyapa kami dengan kicauannya. Minihaha adalah burung nuri warna hijau tosca yang dibawa si empunya rumah, sebut saja om ari dari irian jaya, usut punya usut ternyata tadi pagi Minihaha mati, gak tau sakit apa? Ada yg bilang keracunan makanan, ada juga yang bilang di racun. Kami yang kala itu masih anak-anak sangat bersedih hati, rasanya kehilangan sekali karena Minihaha bagi kami dia bukan sekedar burung tapi ‘sahabat’, teman bermain. Tak ada lagi mini yang berteriak-teriak, ngoceh, sambil menggangguk-anggukkan kepala, menggeserkan tubuhkan ke kanan-ke kiri. Mini haha sering melompat ke ranting pohon belimbing yang banyak ulet bulunya.

Dengan sedih hati sambil menitikkan air mata, ada juga yang menangis. Selanjutnya kami sepakat untuk mengguburkannya dibawah pohon belimbing, kami gali liang kubur seukurannya, dan mencari kain putih untuk membungkusnya. Kebetulan ada anak yang barusan melihat prosesi penguburan pamannya yang beragama tertentu. Karena setelah dicari-cari ditumpukan kain , kami tidak menemukan kain berwarna putih, adanya kain berwarna kuning muda kearah broken white jadi kami membungkus minihaha dengan kain itu sebagai ganti kain putih bersih. Lalu kami bungkus minihaha dengan kain itu dan memasukannya ke liang lahat, diberi air mawar sedikit yang kami ambil dari meja rias orang tua kami. Setelah Minihaha diletakkan di dalam lubang kubur sambil di doakan mengikuti ritual saat jenazah dimasukkan ke dalam kubur, tak lupa ditutup papan, karena tak ada papan kami pakai karton duplex warna coklat. Liang kubur Minihaha sudah tertutup oleh gundukan tanah merah, lalu kami pasang nisan dari kayu yang sudah bertulisan nama dan tanggal kematian Minihaha, tak lupa tabur bunga yang kami petik dari halaman rumah masing-masing.

Burung nuri tosca asal papua
Burung nuri tosca asal papua

Bagi kami Minihaha adalah seekor pahlawan karena dia dibawa dari perbatasan irian-papua nugini, kami beranggapan Minihaha pasti ikut berperang juga diperbatasan karena itu kami dengan memakai topi pramuka dan mengibarkan bendera, posisi tangan memberi hormat seperti tentara dan kami menyanyikan lagu kebangsaan untuk menghormati kepahlawanan Minihaha. Semalam makam Minihaha baik-baik saja, tapi besok paginya Sang Tante si empunya rumah, agak marah..kami disuruh membongkar makam Minihaha, Memang bagi orang tua minihaha ‘hanya’ seekor burung , ‘hanya’ hewan.

Burung nuri tosca asal papua
Burung nuri tosca asal papua

Jadi mikir kenapa ya kalau: Anak-anak bisa memperlakukan hewan secara tulus sebagai ‘sahabat‘, kawan sepermainan, sedangkan orang dewasa memperlakukan hewan ‘ hanya ‘ sebagai hewan peliharaan makanya sering dipakaikan baju, dilombakan biar dapat hadiah,

Beberapa bulan kemudian setelah kematian Minihaha datanglah Yakob dari papua juga, burung kakak tua jambul kuning, dia lumayan pandai berkicau juga, yacob…yacob..yacob sambil menanggung-angguk, mengoyangkan kepalanya, menggeser badannya kekanan-ke kiri.

Burung kakak tua jambul kuning asal papua
Burung kakak tua jambul kuning asal papua