“Hallo….ini dengan mbak Rosita?”.
“Baik mbak, iya…kemarin saya cari mbak, saya butuh info”.
“Ya..ya..ya..,bla..bla…bla….”.
“Iya mbak, model yang terbaru”.
“Apa, Lexus?”.
“Serius mbak, serius, saya pasti pesan”.
“Harganya berapa mbak?”.
“Satu milyar seratus juta rupiah!”,teriak lelaki itu keras-keras, tampaknya sengaja sampai para pasien yang sedang menunggu antrian memalingkan wajah kearah dirinya. Entah apa maksud dari lelaki itu bertelepon dengan cara berteriak keras-keras, apakah karena suara di seberang sana kurang jelas, atau memang sengaja supaya semua orang di ruang tunggu itu pada mendengar?.
“Kalau begitu, saya pesan yang warna hitam, ya?”.
“Oiya, di Riau belum ada ya?”.
“Tolong fax nomer rekeningnya nanti saya transfer uang mukanya, berapa….?”.
“Dua puluh persen?”.
“Saya ambil kredit, habisnya dua tahun ya?”.
“Baik, baik, saya tunggu, terima kasih”.
Demikian percakapan, tepatnya teriakkan via telepon yang saya tangkap dari seorang lelaki paruh baya berpenampilan perlente.
Sudah beberapa kali saya melihat lelaki itu di klinik herbal ini, tetapi saya tidak tahu siapa namanya. Saya perkirakan dia dari suku batak tetapi berdomisili di Riau. Dari apa yang dipercakapkan dia dengan rekannya di seberang telepon, saya berkesimpulan, sepertinya dia akan memesan mobil mewah Lexus warna hitam seharga 1 milyar seratus juta rupiah, wuihhh………..!
Seperti apa ya rasanya naik mobil semahal itu? Ngebayang kalau saya yang naik, pasti nggak pantes!. Wong ndeso kayak saya cocoknya naik andong!
Iseng-iseng daripada bosan menunggu antrian nggak ada kerjaan, saya perhatikan lagi gerak-gerik pasien-pasien yang lain, ada yang bengong, ngobrol atau malah tertidur. Yang paling sibuk ya si bapak tadi, dia sedang sibuk membolak-balik buku kecil, sepertinya buku catatan nomer telepon, rupanya dia sedang sibuk mencari nomer telepon seseorang.
“Hallo, nang boru apakabar?”.
“Ya, ya baik, saya sekarang sedang di Jakarta”.
“Nanti setelah urusan selesai, kita makan malam bersama ya?”.
“Jangan lupa uangnya dibawa ya?”.
Apa ya yang sedang diperbincangkan antara Pak tua itu dengan Nang borunya?. Saya tak paham, yang saya tahu cuma lexus hitam- 1 milyar seratus juta rupiah-jangan lupa uangnya ?????????
Keinginan yang berlebihan terhadap harta benda |
Bisa membuat kita menjadi manusia tidak peduli terhadap penderitaan orang lain |
Sunyi-senyap lagi suasana di ruang tunggu itu, tampaknya yang ngobrol sudah capek bicara sekarang yang tidur bertambah banyak, termasuk yang melamun juga semakin banyak. Mereka sedang ngelamunin apa ya? Sayang sekali saya tidak bisa melihat layar lamunan mereka, kalo bisa pasti seru deh!
Tiba-tiba pegawai administrasi di klinik herbal itu menghampiri sisi kiri deretan tempat duduk pasien, dia menyerahkan nomer urut kepada dua orang ibu yang sedang menunggu giliran berobat. Kemudian……
“Setelah dua ibu itu, baru giliran bapak dan ibu ya, sesuai dengan daftar urut kehadiran”, kata petugas administrasi kepada pak tua perlente dan istrinya.
Entah mereka mendengar pesan petugas administrasi atau tidak, tapi tampaknya mereka paham karena bapak tua dan istrinya refleks menganggukkan kepala. Saya yang datang belakangan saja paham, pastilah mereka juga tahu tata cara penanganan pasien, siapa yang datang lebih dulu maka dia akan dilayani terlebih dahulu, sesuai urut-urutan daftar hadir.
Cukup lama kami menunggu, tepat pukul 10.00 wib praktek pengobatan dimulai. Di klinik herbal ini, satu pasien diterapi kurang lebih 30 sampai 45 menit. Kebayang kalau dapat nomer 8 pasti nunggunya lumayan membosankan, 2 ibu tadi nomer 4 dan 5, bapak tua dan istrinya nomer 6 dan 7, saya nomer 8.
Bersamaan dengan keluarnya pasien nomer 3 dari ruang praktek, bapak tua itu sudah berdiri bersiap-siap memasuki ruang praktek, tiba-tiba……petugas administrasi memanggil kedua ibu bernomer 4 dan 5 untuk memasuki ruang praktek.
“Ibu-ibu silahkan masuk……”.
Tapi…ternyata, bapak tua itu tidak terima, dia marah!
Setengah menghardik pak tua berkata: “Mbak, bukannya sekarang adalah giliran saya?”.
“Bapak, giliran bapak nanti setelah 2 ibu ini?”, kata petugas administrasi.
“Gimana sih!”, teriak pak tua kasar.
“Pak, giliran kita nanti pak, setelah 2 ibu ini”, kata sang istri menengahi.
Dengan nada marah, sambil berdiri serta mengajak sang istri, pak tua berkata, “Sudahlah bu, kalau begitu kita pulang saja nggak usah terapi!”.
Ternyata pak tua ngambek!!!!!
Hari ini saya sungguh tak mengerti dan heran dengan apa yang saya lihat dan dengar. Yang lebih mengherankan lagi, ternyata pak tua itu adalah seorang pendeta! Lexus hitam-1 milyar 100 juta-jangan lupa bawa uangnya-pendeta ngambek!!!!
Dan ternyata ibu Tetty kenalan saya adalah salah seorang yang pernah diajak pak pendeta ikut berobat ke jakarta bersama-sama rombongan dari Riau. Ibu Tetty adalah pasien cancer stadium 3B. Saya berkenalan dengan ibu Tetty di ruang tunggu ini juga, sekitar 6 bulan yang lalu. Enam bulan yang lalu ibu Tetty datang berobat bersama rombongan dari Riau yang dipimpin pak Pendeta.
Sudah lama saya tidak berjumpa dengan ibu Tetty di klinik herbal, ku coba menghubunginya via handphone
“Hallo ibu Tetty gimana khabarnya?”.
“Kok sudah lama nggak pernah berobat ke klinik?”.
Baru saya tahu ternyata ibu Tetty terpaksa berhenti berobat karena tidak punya biaya, maklum dia berasal dari keluarga sederhana. Selama ini sudah begitu banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh ibu Tetty untuk mengobati penyakitnya, dari mulai konsul ke dokter, test diagnostik, obat, operasi berulang kali serta kemoterapi yang tentunya menghabiskan biaya yang luaaarrrr biassssa besarrrrnya. Ibu Tettty berkeluh kesah bahwa bisa dibilang seluruh hartanya sudah habis, rumah sudah dijual, malah sekarang hutang menumpuk. Karena itu untuk menjalani pengobatan di klinik herbal ini dia sudah tidak sanggup lagi, mau berhutang kemana lagi??
Sebenarnya saya sedih juga mendengar keluh kesah ibu Tetty, tetapi apa daya kondisi ekonomi saya sebagai pasien cancer, sama-sama mpot-mpotan, istilahnya habis-habisan juga.
Saya pernah memberi usul ke dia supaya minta bantuan pak tua kaya itu yang notabene adalah pendeta, tapi ibu Tetty hanya terdiam sejenak lalu dia berkata, “saya bukan jemaatnya pak pendeta dari Riau itu, saya bisa bergabung dengan rombongan pak pendeta dari Riau karena kebetulan pas mereka mau berangkat ke klinik herbal, saya sedang berada di gereja pendeta itu. Sebenarnya saya orang Medan yang kebetulan sedang berkunjung ke Riau”.
Saya nggak habis pikir, apakah Tuhan/Gusti Allah/God mengajarkan kita hanya membantu kepada orang yang berasal dari satu perkumpulan yang sama dengan kita saja? Mengapa pak pendeta tua itu tidak sudi membantu? Apakah karena ibu Tetty bukan jemaatnya? Apa karena pak tua nggak punya uang? Sepertinya nggak mungkin deh! Lexus hitam-1 milyard 100 juta lho……..
Semoga apa yang saya dengar dan lihat adalah mimpi belaka!
Adalah sebuah malapetaka bila seorang yang mengaku dan diaku sebagai Pemuka agama, Ulama, Uztad, Romo, Pendeta, Pemangku dll. masih dikuasai oleh hal-hal yang bersifat luaran dan rendahan, masih bernafsu mengejar kenikmatan duniawi, harta dan tahta, sampai-sampai tak peduli dengan sesama. Lalu apa bedanya dengan tukang jual obat yang suka bekoar-koar pakai toa di pasar-pasar. Ahhhhh…..!!!!
Lamat-lamat ku dengar alunan lagu. (Di dalam kepala)..Hare Krishna….Hare Krishna, Krishna, Krishna …Hare….Hare….sungguh menyejukan.
___________________
Terinspirasi dari true story, walaupun nama dan tempat adalah fiksi belaka.Selamat jalan ibu Betty semoga lancar perjalanannya